![]() |
Ilustrasi |
Monitorberita.id, Lampung Timur – Praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di lingkungan SMA Negeri 1 Bandar Sribawono, Kecamatan Bandar Sribawono, Kabupaten Lampung Timur, menuai sorotan publik.
Berdasarkan hasil investigasi, LKS dijual langsung melalui koperasi sekolah dengan harga sekitar Rp10.000 per buku, dan siswa tidak memiliki pilihan lain selain membeli di tempat tersebut.
Beberapa siswa menyebutkan, pembelian LKS ini sudah berlangsung cukup lama dan menjadi kebiasaan setiap semester.
“Kami beli LKS di koperasi, sepuluh ribu satu buku,” ujar salah satu siswa.
Praktik seperti ini diduga kuat melanggar aturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang secara tegas melarang kegiatan penjualan LKS maupun buku pelajaran di lingkungan sekolah.
Dalam Surat Edaran Mendiknas Nomor 12 Tahun 2008, disebutkan bahwa guru dan pihak sekolah dilarang menjual buku pelajaran atau LKS kepada peserta didik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ketentuan tersebut diperkuat oleh Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menegaskan bahwa sekolah tidak boleh melakukan kegiatan komersial atau pungutan yang membebani siswa.
Saat dikonfirmasi, Plt Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bandar Sribawono, Aam Jumiati, membenarkan adanya praktik penjualan LKS melalui koperasi sekolah.
“Setahu saya baru semester 1 kemarin ada penjualan LKS di koperasi,” ujarnya kepada awak media Selasa (7/10/2025).
Namun, pernyataan tersebut bertentangan dengan keterangan siswa kelas 12, yang menyebut bahwa kegiatan pembelian LKS sudah berlangsung sejak dirinya kelas 10.
“Dari kelas 10 sudah beli LKS di koperasi sekolah, setiap semester selalu ada,” ungkap siswa tersebut.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut mengenai harga LKS yang dijual seharga Rp10.000 per buku, Aam Jumiati enggan memberikan jawaban. Namun, ia menjelaskan bahwa memang ada pihak ketiga dari penerbit yang menawarkan kerja sama pembelian LKS ke sekolah.
“Memang ada pihak penerbit yang datang menawarkan LKS, tapi saya belum tahu detailnya karena itu terjadi sebelum saya menjabat Plt,” jelasnya.
Keterangan ini memperkuat dugaan adanya kerja sama tidak resmi antara pihak sekolah dan penerbit tertentu dalam penyediaan LKS yang kemudian dijual melalui koperasi sekolah. Jika benar demikian, praktik ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip nonkomersialisasi pendidikan.
Ketua DPC LSM Trinusa Lampung Timur menilai kasus ini harus segera diselidiki oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung dan Inspektorat Daerah.
“Kalau sekolah bekerja sama dengan penerbit dan siswa tidak punya pilihan lain, itu sudah termasuk monopoli dan melanggar aturan Kemendikbud. Sekolah tidak boleh menjadi tempat transaksi komersial,” tegas Poandra Saketi.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah belum memberikan klarifikasi resmi terkait mekanisme kerja sama dengan penerbit maupun pengelolaan dana hasil penjualan LKS di koperasi sekolah.
Awak media akan terus melakukan penelusuran dan berkoordinasi dengan LSM Trinusa serta Dinas Pendidikan Provinsi Lampung untuk mengusut dugaan pelanggaran tersebut lebih lanjut.
Red